Hari Raya Kemanusiaan
Pada hari ini Allah Yang Maha Pemurah pencurah rahmah, kembali melimpahi kita karunia yang tak terhingga, merayakan Idul Fitri, Hari Raya Kemanusiaan. Hari dimana agama membimbing kita mengungkapkan kebahagiaan dan kegembiraan, bukan dengan pesta pora dan hura-hura, tetapi dengan kumandang takbir, tahlil dan tahmid memuji asma Allah.
Kita berbahagia dan bergembira, karena telah beroleh kemenangan atas kesyaitanan yang jahat dan terkutuk. Sebulan penuh, kita bertarung mengalahkan hawa nafsu, menghancurkan keserakahan dan ketamakan, serta mengeksekusi kebinatangan yang selalu menggagahi kesucian hati nurani manusia. Kemenangan itu membuat kita merampungkan tenunanan libas al-taqwa/pakaian ketakwaan.
Libas al-taqwa yang kita kenakan hari ini, membuat kita merasa dekat dengan Allah. Dengan rasa dekat pada Allah, kita menjadi lebih istiqamah dan teguh dalam aqidah/berkeyakinan, namun senantiasa tasamuh/toleran dalam bermuamalah/berinteraksi sosial. Dengan rasa dekat pada Allah, kita bertambah amanah dalam menimang pangkat dan jabatan dan terjauh dari kegemaran risywah dan gratifikasi. Dengan rasa dekat pada Allah, kita menjadi tidak boros walaupun punya harta berlimpah, membuat kita pemurah, kendati yang ada di tangan hanya pas-pasan. Dengan rasa dekat pada Allah kita tidak menuntut yang bukan hak dan tidak menahan hak orang lain. Dengan rasa dekat pada Allah, kita tidak suka menyebar fitnah, tidak gandrung menyemai kebencian, dan tidak gemar menabur berita hoax serta memelintir kata di media sosial.
Untuk itu, waspadahal terhadap prilaku perempuan tua dalam cerita lama, yang merombak tenunannya sehelai demi sehelai, setelah dirajutnya dengan sempurna, sebagai dikisahkan dalam surah An-Nahl ayat 92 :
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًاۗ
Janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan tenunannya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali.
Iman melahirkan amal, taqwa membuahkan akhlak, dan takbiratul ihram ditutup dengan salam. Pengagungan terhadap Allah, melahirkan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, dengan penunaian zakat fitrah, memberi makanan yang sepadan untuk fakir miskin kaum mustadh’afun, sebagai wujud ketakwaan dengan menegakkan keadilan dan menebar kebajikan.
Menegakkan keadilan dan menebar kebajikan adalah perjuangan yang sangat mulia. Hal itu hanya bisa terwujud bila keadilan sosial ekonomi tegak dengan kokoh, sebuah pesan Al-Qur’an yang juga diamanatkan dengan sangat kuat dalam pembukaan UUD 1945. Yakni menyusun suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk menangkap pesan kuat Pembukaan UUD 1945 yakni kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial tersebut, marilah sejenak kita menyimak sebuah kisah dalam kehidupan Rasulullah Saw., betapa beliau sangat mengutuk perbuatan dzulmani kezaliman dalam bentuk apapun.
Praktek Rasywah Ibnu Luthbiyah
Siang itu salah seorang anggota amil zakat disemprot oleh Rasulullah Saw. Semprotan itu beliau sampaikan melalui mimbar agar diketahui khalayak kaum muslimin. Setelah bertahmid memuji Allah Yang Maha Agung, beliau bersabda : “Aku telah menugaskan seseorang di antara kalian untuk suatu tugas yang diberikan Allah kepadaku. Lalu dia melaksanakannya dan berkata, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku.” Mengapa dia tidak duduk saja di rumah dan menunggu hadiah itu datang? Demi Allah, tidaklah seorang di antara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya melainkan dia akan menghadap Allah pada Hari Kiamat dengan memikul sesuatu itu yakni apa yang dia ambil dari orang lain yang bukan haknya. “
Nabi Saw sangat tegas dalam sabda beliau ini, sampai-sampai di akhir semprotan itu beliau mengulang tiga kali kalimat, Ya Allah bukankah aku telah sampaikan, Ya Allah bukankah aku telah sampaikan, Ya Allah bukankah aku telah sampaikan. “ Kalimat yang diulang tentu bukanlah perkataan sembarangan.
Sebenarnya apa yang terjadi ? Siapa petugas amil zakat yang disemprot oleh Rasulullah itu? Dialah sahabat bernama Ibnu Lutbiyyah, anggota suku Azdi kaum Anshar Madinah. Perawakannya menyenangkan, tingkah lakunya lembut. Rasulullah memberikan tugas kepadanya sebagai petugas pengumpul zakat. Ibnu Lutbiyyah orang yang tekun dalam pekerjaan. Kaum Muslimin menyenangi cara kerjanya. Lantas tak hanya zakat yang mereka titipkan, sejemput hadiah mereka berikan kepada sang petugas. Hadiah sebagai bentuk rasa terima kasih.
Demikianlah, Ibnu Lutbiyyah menemui Rasulullah, melaporkan hasil amanah sebagai pengumpul zakat. Namun di samping itu dia juga berkata, “Ya Rasulullah, ini untukmu hadiah dari umat dan yang ini diberikan untukku.”
Ucapan inilah yang membuat Baginda Rasulullah sangat marah dan menyemprot Ibnu Lutbiyyah sedemikian rupa. Sesungguhnya yang dilakukan oleh Ibnu Lutbiyyah hanyalah menyampaikan kesukarelaan jamaah kaum muslimin yang sudah menyelesaikan pembayaran zakat mereka. Lalu sebagai tanda terima kasih atas tugas tersebut, kaum Muslimin memberinya uang di luar penunaian kewajiban zakat. Jutru ini pulalah menyulut kemarahan Rasulullah sehingga beliau menyemprot Ibnu Luthbiyah secara terbuka di depan khalayak.
Hadiah yang diberikan oleh Ibnu Luthbiyah kepada Rasulullah dan dia terima sendiri adalah sejatinya risywah. Andai Ibnu Lutbiyyah bukan anggota pejabat pemungut zakat, pastilah umat tidak memberikan apa-apa kepadanya. Apa yang dilakukan oleh Ibnu Luthbiyyah kepada Rasulullah tersebut bentuk dari rasywah atau gratifikasi yang kelak menjadi benih bagi bertumbuh suburnya tindak korupsi di era kita sekarang ini.
Klasemen Liga Korupsi Indonesia
Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi, sementara gratifikasi pemberian hadiah atau sesuatu yang berharga kepada seseorang, yang dapat diduga sebagai suap jika terkait dengan jabatan. Gurita korupsi inilah yang sedang melilit perekonomian bangsa kita.
Dugaan Kejaksaan Agung telah terjadi mega skandal korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina mencapai nilai 193,7 T pada 2023. Hal ini diduga telah berlangsung sejak 2018, yang bila ditotal kerugian negara telah mencapai 968,5 T.
Itu baru hitungan kerugian negara. Ternyata minyak mentah itu dioplos dari Pertalite menjadi Pertamax. Oplosan Pertalite menjadi Pertamax dengan selisih harga Rp.2,900,- perliter diduga mrugiksn masyarakat 47 Miliar perhari atau 17, 4 T setahun, dan lagi-lagi itu diduga sudah berlangsung sejak 2018. Kezaliman ini bukan lagi hanya extra ordinary crime, kejahatan luar biasa, tetapi sudah menjadi perbuatan biadab.
Mega skandal korupsi Pertamina ini hanyalah fenomena puncak gunung es yang di bawah puncak itu lilitannya menggurita kemana-mana. Plesetan media menyebut Klassemen Liga Korupsi Indonesia menempatkan Pertamina pada posisi teratas sebesar 968,5 T. Di bawahnya bertengger PT. Timah 300 T, BLBI138,4 T, PT. Duta Palma Group 78 T, PT. TPPI 37,8 T, PT. Asabri 22, 7 T, dan PT. Jiwa Sraya 16, 8 T. Sungguh negara kita berada pada posisi dzulmani.
Jihad paska Ramadhan
Oleh sebab itu tugas besar sudah menghadang di depan kita, yakni menerjemahkan nilai-nilai serta hikmah yang telah dipetik selama Ramadhan. Kalau kita seorang ASN kenakanlah pakaian disiplin kerja tanpa mencuri-curi kesempatan untuk bolos. Bila kita seorang yang duduk di belakang meja birokrasi kenakanlah pakaian pelayanan yang menyejukkan tanpa mengharap uluran amplop. Jika kita seorang anggota legislatif, jangan kembangkan sifat mencari-cari peluang untuk memperkaya diri dengan cara melegalkan perilaku yang terlarang dan tidak terpuji. Andai kita seorang pemegang amanah konstituen partai, hindarilah bisikan syahwat politik yang menggerogoti kejujuran dan istiqamah dalam bersikap. Kalau kita anggota TNI berlaku amanahlah menimang jabatan sipil yang semakin meluas. Jika kita anggota kepolisian bersungguh-sungguhlah memerangi citra bayar polisi.
Inilah manifestasi sikap hidup umat terbaik dimunculkan ke pentas sejarah kemanusiaan dengan tugas pencerahan bagi sesama, sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali Imran (3) ayat 110 :
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Usai ber-Idul Fitri, kita perbaharui tekad untuk tampil sebagai ujung tombak, berjihad dengan professi dan kapasitas kita masing-masing bersama pemerintah untuk keluar dari dzulmani kegelapan peradaban menuju Indonesia Emas 2045.***